Ibnu Umar berkata, Rasulullah SAW suatu hari berdekatan dengan ku dan ia memegang pundakku sambil berkata: ‘Jadilah engkau di dunia ini seolah-olah orang asing atau seperti orang yang menyeberang jalan’
Hadis di atas mengandung suatu pesan bahwa kita jangan terlena oleh kehidupan duniawi beserta pernak pernik lainnya. Rasulullah SAW menganjurkan kita agar dapat menjalani hidup layaknya orang asing yang selalu berpikir untuk pulang. Atau kita seperti ungkapan berikut “Jadilah kita seperti seorang penyeberang jalan”. Tentu banyak hal yang mesti kita perhatikan saat menyeberang jalan. Kita harus selalu berhati-hati agar tidak tertabrak kendaraan atau tersenggol orang lain yang berlalu lalang. Seorang penyeberang jalan pun akan bersegera untuk sampai ke ujung jalan berikutnya. Isi hadis ini menggembarkan sebuah kiasan dari Rasulullah SAW tentang bagaimana kita menghadapi kehidupan dunia ini.
Ada hal lain yang cukup menarik berkaitan dengan hadis ini, yaitu komentar dari Ibnu Umar. Ia berkat, “Jika kamu mampu mengerjakan (menyelesaikan) sebuah pekerjaan pada sore hari, maka janganlah kamu menundanya hingga esok hari. Dan jika kamu memiliki kesempatan untuk mengerjakan sesuatu pagi hari, maka janganlah ditunda hingga datangnya waktu sore. Dan hendaklah kamu memanfaatkan semaksimal mungkin ketika kamu dalam kondisi sehat. Dan hendaklah mempersiapkan dirimu semaksimal mungkin, sebelum datangnya kematian.”
Apa yang diungkapkan Ibnu Umar ini, sejatinya adalah penjelasan yang tepat tentang hal yang disabdakan Rasulullah SAW dalam hadits di atas. Betapa Rasulullah SAW menyuruh kita untuk hidup di dunia sebagaimana seorang yang sedang dalam perjalanan, di mana kita akan selalu memikirkan untuk pulang dan hanya mengerjakan hal-hal yang dianggap perlu saja. Dan yang jelas, kita tidak akan menunda-nunda pekerjaan saat itu karena kita diburu waktu.
Contoh konkretnya adalah saat kita menunaikan ibadah haji ke Baitullah di Makkah. Sesakral dan seingin apa pun kita mengunjungi Makkah, maka yakinilah kita akan tetap menginginkan untuk pulang. Karena kita di sana hanyalah sekedar gharim atau orang asing. Begitu pula kondisi yang seharusnya kita jalani dalam hidup ini. Sebahagia dan sesuka apa pun kita di dunia, maka kita harus tetap merindukan untuk kembali ke alam keabadian kita. Maka dati itu, kehidupan dunia ini jangan sekali-kali menjadi diri kita terlena dan sampai lupa diri.
Inilah pesan Rasulullah SAW yang kemudian dikomentari oleh Ibnu Umar bahwa kesementaraan hidup kita di dunia seharusnya membuat kita tidak menunda-nunda berbuat kebaikan. Janganlah hidup di dunia ini kita isi dengan hal-hal yang tidak bermanfaat. Apa pun yang ada di dunia ini harus menjadi bekal kepulangan kita menuju alam keabadian.
Benarlah apa yang dikatakan Ali bin Abi Thalib ra ketika seseorang bertanya tentang apa yang dilakukan para sahabat di zaman Rasulullah SAW, Ali kw mengatakan bahwa apa yang dilakukan para sahabat adalah ibadah. Tidak ada satu pun yang dilakukan mereka kecuali bernilai ibadah, baik itu dalam kesendiriannya, berkeluarga, maupun dalam bermuamalah. Kenapa mereka mampu melakukan semua ini? Jawabnya, mereka tahu bahwa hidup ini hanya persinggahan sementara dan ada kematian yang akan menjadik akhir hidup mereka di dunia. Karena itu, mereka menjadikan dunia sebagai ajang berbekal diri untuk menyambut hidup yang lebih abadi.
Contoh konkretnya adalah saat kita menunaikan ibadah haji ke Baitullah di Makkah. Sesakral dan seingin apa pun kita mengunjungi Makkah, maka yakinilah kita akan tetap menginginkan untuk pulang. Karena kita di sana hanyalah sekedar gharim atau orang asing. Begitu pula kondisi yang seharusnya kita jalani dalam hidup ini. Sebahagia dan sesuka apa pun kita di dunia, maka kita harus tetap merindukan untuk kembali ke alam keabadian kita. Maka dati itu, kehidupan dunia ini jangan sekali-kali menjadi diri kita terlena dan sampai lupa diri.
BalasHapusstitching factory ,
sewing factory ,